Kamis, 23 September 2021

Jalan Pantura jam 6.40 malam. Rudi masih berada di mobilnya. Sungguh dia tambah kesal karena tidak diberitahu apa nama cafe nya. Hampir di sepanjang jalan ini adalah cafe. Berakhirlah dia menunggu Nanda dan keluarganya di sini. Rambut gondrong disisir rapih juga jas yang dipakainya membuat Rudi menjadi dua kali lipat terlihat lebih tampan.

 "Maaf ya, Rud, papa gak kasih tahu kamu nama cafe nya." Ujar Nanda di sebrang telepon sana.

"Gak apa, Nan. Lagian aku senggang ini kok. Eh, kamu pakai jaket kan itu? Mendung loh, kayaknya mau hujan." Rudi sok perhatian. Pandangannya tidak lepas dari jepit rambut yang terlihat usang. Itu milik ibunya yang selalu tersimpan di dompetnya.

"Iya kok ini bawa." Terdengar suara laki-laki lain di telepon yang tidak Rudi kenal bertanya pada Nanda.

"Siapa?"

"Oh itu Kak Nando. Tumben tuh orang inget rumah. Biasanya seharian di kampus pacaran sama buku. Ah, itu mobil kamu." Nanda menutup sambungan telepon dan saat mobil berhenti dia langsung keluar menemui Rudi yang juga baru turun dari mobilnya.

"Selamat malam, Om, Tante." Rudi membungkuk sopan dan dibalas keduanya.

"Malam, Rud. Ah, iya ini Nando kakaknya Nanda." Alena menarik lengan sulungnya itu agar berkenalan. Keduanya berjabat tangan lalu menyebrang jalan untuk ke cafe yang dimaksud.

Senyum Rudi lengkungkan untuk mengekspresikan kesenangan palsunya. Ikut saja lengannya diseret kesana-sini oleh Albert yang memperkenalkannya sebagai pacar putrinya. Nanda hanya tersenyum malu saat beberapa tamu di sana menggoda mereka bahkan kedua orangtuanya. Nando juga ikut berbincang dan sesekali melihat Rudi untuk beberapa saat seperti mengingat.

Sudah dua jam mereka di sana. Pesta itu hanya pesta untuk merayakan ulangtahun pernikahan. Rudi sudah muak, dia iri. Seharusnya dia juga merasakan kehangatan itu jika ibunya masih ada. Dia yang sekarang berada di balkon cafe untuk merokok, merogoh saku mengeluarkan ponselnya yang bergetar.

"Aku sudah menemukan tempatnya."

"Oke, baguslah. Tidak ada lagi waktuku untuk menundanya."

"Jadi kapan kau akan lakukannya?"

"Secepatnya. Mereka harus meminta maaf kepada ibuku di surga dari neraka."

Setelah berbincang Rudi mematikan sambungan dan membuang rokoknya. Memutuskan kembali masuk ke pesta. Namun, saat berbalik dia terkejut karena Nando berdiri beberapa langkah di belakangnya.

"Sejak kapan kau di situ?!"

"Belum lama." Nando menghampiri Rudi dan berdiri di sebelah pria yang lebih pendek beberapa centi darinya. "Sudah berapa lama kau dekat dengan adikku?"

Rudi menghela nafas lega karena merasa Nando tidak mendengar percakapannya tadi. "Sekitar lima bulan."

Hening untuk beberapa saat.

"Apakah kita pernah bertemu?" Tanya Nando, "Wajahmu familiar untukku."

Mampus. "Hahaha sepasaran itukah wajahku? Kemarin Om Albert juga bilang seperti itu." Rudi tertawa canggung.

"Tidak. Aku pernah melihatmu di Rumah Sakit sebelum kami pindah. Kau juga berasal dari kota yang sama." Nando berusaha mengingat saat dia sedang berada di rumah sakit tempat papanya bekerja. Dia ingat wajah menyedihkan itu berlari mengejar brankar yang tertutup kain. Dia ingat anak kecil itu yang ditarik oleh sang ayah dan berteriak memanggil ibu yang telah pergi. "Sekitar enam tahun yang lalu?"

"Mungkin? Semua orang pernah ke rumah sakit. Entah itu untuk berobat atau menjenguk bukan?"



****


Hari-hari berlalu setelahnya. Nando yang bisanya jarang ada di rumah sekarang selalu pulang sebelum makan malam. Rudi juga semakin sering berkunjung ke rumah keluarga Albert dengan alibi menemui Nanda. Seperti saat ini. Rudi tengah duduk di depan tv bersama Nanda, menonton film komedi diselingi obrolan ringan.

Nando duduk di kursi makan memerhatikan adiknya--ah tidak memerhatikan Rudi. Dia masih bingung dengan pembicaraan Rudi entah dengan siapa di pesta. Juga beberapakali dia melihat Rudi menelpon seseorang dengan kalimat aneh seperti. "Aman tidak?" Atau "Ya, mereka akan mendapat yang setimpal." Nando hanya tidak ingin adik satu-satunya berpacaran dengan kriminal. Maka, malam ini Nando memutuskan untuk mengikuti Rudi.

"Sudah malam. Aku pulang dulu ya, Nan." Rudi berpamitan pada Nanda di pintu rumah.

"Iya. Berhati-hatilah di jalan. Kau tahu? Kemarin ada berita bahwa seorang lelaki yang dilecehkan karena rambutnya gondrong." Nanda berucap dengan wajah serius yang membuatnya lucu.

"Hahahahaha iya iya, aku tahu maksudmu. Kau menyuruhku memotong rambut kan?" Nanda mengangguk membuat Rudi gemas dan mengusap surai itu.

Semuanya terlihat oleh Nando. Menunggu beberapa menit saat Nanda menutup pintu dan naik ke kamar setelah sedikit mengusiknya, Nando juga ikut keluar mengikuti mobil Rudi yang belum jauh. Nando menggunakan motornya yang sudah lama tidak dipakai. Dibalik helm itu Nando bertanya-tanya apakah yang dilakukan kekasih adiknya di bangunan yang terlihat tidak terurus itu? Setelah memarkirkan motornya di balik pohon, Nando ikut masuk ke bangunan itu. Pintu berdebu itu sedikit tertutup membuatnya yakin bahwa Rudi baru masuk ke sana. Berjalan mengendap membawanya ke lantai atas. Kosong, tidak ada pintu atau apapun. Hanya ada jendela besar membuat sinar bulan menjadi satu-satunya pencahayaan.

Ketahuan.

Rudi berbalik membuat mereka saling menatap. "Kenapa kau mengikutiku?"

Tidak menghiraukan pertanyaan Rudi, Nando balik bertanya "Siapa kau sebenarnya?"

"Aku?" Rudi menunjuk dirinya sendiri. "Aku Rudi kalau kau lupa."

"Apa tujuanmu mendekati adikku? Sudah jelas bukan karena kau menyukainya kan?" Nando menajamkan pengelihatannya. Bermaksud mengintimidasi lawan bicaranya. ”Kau anak yang di rumah sakit kan?" Nando berjalan mendekat ke arah Rudi yang masih tersenyum.


"Iya. Aku anak yang kau maksud." Ucapan itu membuat langkah Nando terhenti. "Aku yang bersumpah membunuh mereka yang membiarkan ibu pergi." Sorot itu kosong sesaat. "Aku akan membuat kalian memohon maaf."

Nando mengerti maksud dari Rudi. Dia yang saat itu melihat sang papa menangis meminta maaf atas kesalahannya menangani di samping brankar entah siapa. Lalu ingatannya kembali pada anak yang menangis memanggil ibunya lalu bersumpah.

"Tujuanku mendekati Nanda adalah untuk dekat dengan kalian. Hehehe niatku baik untuk menjalin hubungan dengan keluarga orang yang membuatku kehilangan ibu kan?" Rudi kali ini melangkah yang menghampiri Nando yang mematung. "Aku juga yang akan membuat kalian meminta maaf pada ibu."

"Urungkan niatmu maka aku anggap tidak tahu apapun." Nando berucap tegas. Mencoba bernegosiasi dengan orang yang dia anggap akan mencelakai keluarganya. "Aku meminta maaf atas apa yang telah terjadi. Aku tidak begitu mengerti, tapi maafkan kesalahan papa ku."

Wajah yang tadi tersenyum berubah datar. Matanya menyiratkan kemarahan dan dendam yang disimpannya. "APA MAAFMU AKAN MENGEMBALIKAN IBUKU?!" Rudi berteriak murka membuat Nando tersentak kebelakang.

"Apakah aku bisa melupakannya? Apakah setelah aku memaafkan kalian ibu akan kembali memelukku? Apakah setelah aku memaafkan kalian ayah akan kembali seperti dulu?" Manik hitam itu berair. Kepalanya menggeleng kencang dengan giginya bergemelatuk. "Kau tidak tahu rasanya. MAKANYA KAU BISA BERKATA SEPERTI ITU!"

"RUDI AKU MOHON!" Nando ikut membentak. "Aku mohon maafkan kami. Jika kau rindu hangat keluarga, kami bisa memberikannya."

"Tidak." Rudi mengatur napasnya yang tersenggal. "Aku akan membunuh kalian." Bibirnya kembali tersenyum. "Kalian semua~"

"Rud, dengerin aku. Kamu cuma gak terima takdir. Ikhlaskan ibu mu. Beliau pasti tidak mau anaknya menjadi pembunuh." Ujar Nando sedikit takut melihat Rudi di depannya. Bukan Rudi yang biasa tersenyum dan berperilaku hangat. Rudi terus bergumam entah apa, tidak mendengarkan Nando. "Nanda-"

"Benar. Nanda!" Seperti menemukan cahaya. "Aku akan membunuh Nanda terlebih dahulu karena dia gadisku tersayang."

"Brengsek! Jangan kau sakiti adikku!" Nando memukul Rudi tepat di wajah karena demi apapun dia sangat menyayangi adiknya.

Rudi yang tidak keberatan mendapat pukulan hanya tertawa. "Pertama aku akan menggunduli rambutnya hingga dia menangis." Nando kembali memukul membuat Rudi jatuh ke lantai. "Kau tenang saja, aku tidak akan membuat wajah cantiknya rusak. Aku akan memajangnya di kamarku hahaha."

"DIAM KAU BERENGSEK!" Nando semakin kuat memukuli Rudi. Tidak sadar bahwa mereka sudah di dekat tangga. Melihat ada kesempatan, Rudi memegang selusur tangga kemudian menarik dirinya hingga Nando ikut tertarik dan jatuh ke bawah. Dentuman keras terdengar. Rudi bergelantungan melihat Nando yang meringis.

"Ah tidak terlalu tinggi jadi kau belum mati." Rudi mengangkat dirinya dengan mudah dan berjalan santai menuju lantai bawah. Wajah lebamnya tidak terasa sakit sama sekali, malah dia tersenyum menyeramkan. "Kupikir kau pintar ternyata bodoh ya." Rudi menginjak wajah Nando beberapa kali membuat bentuk hidung itu menjadi aneh.

"Aku sudah bersumpah. Pria sejati tidak akan ingkar dari sumpahnya." Rudi memukuli Nando. Menendang perutnya berkali-kali lalu menginjak kaki Nando yang dia yakini patah saat terjatuh tadi.

"Akan aku buat ini menjadi sederhana." Rudi meninggalkan Nando yang sudah tidak bisa bergerak.

Mata lebam itu terbuka. Tangannya berusaha meraih sesuatu yang terjatuh dari kantong Rudi tadi. Sebuah jepit rambut. Nando menggenggamnya erat. Setidaknya jika ia mati, akan ada bukti untuk menjauhkan keluarganya dari iblis itu.

"Oke mari kita akhiri." Rudi menendang Nando hingga terlentang. Duduk di perut korbannya dan mengangkat pisau yang ditemukannya di dapur tinggi bersiap menusukkannya ke dada Nando. "Ada kata-kata terakhir?"

"Berhentilah-"

Rudi langsung menancapkan ya ke tenggorokan Nando membuat darah muncrat ke wajahnya. "Kau cerewet sekali." Mencabut pisaunya kembali lalu menancapkan ya berkali-kali di dada juga perut Nando. Memastikan korbannya mati. 

Malam kian larut. Rudi keluar dengan jaketnya yang dibalik juga wajahnya yang sudah dia basuh dengan air mineral. Menelepon seseorang,

"Bereskan mayatnya. Buat seolah-olah dia dirampok di jalan atau entah apa."

"Kau itu bagaimana? Cctv di sana--"

"Kau yang bereskan!"

Rudi meninggalkan bangunan itu dengan senyum penuh kemenangan dan dia akan kembali secepatnya.
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kamu Pembaca Ke

Random Post

Galeri foto

Galeri foto

Ikuti media sosial kami