Rabu, 16 Desember 2015



Sebagai anak didik yang baik, maka saya sangat merasa kehilangan bila Pak Simon Simanjorang, pensiun. Pak Simon, sapaan akrabnya, akan pensiun tahun depan, tak hanya Pak Simon, beberapa guru yang lain di SMK N 11 Jakarta juga pensiun. Ya pensiun, kerena memang umur mereka sudah tak muda lagi. Dan, yang pasti sudah sepatutnya mereka untuk istirahat sambil ungkang-ungkang kaki melihat anak cucunya bermain di taman.
Sumber gambar

            Tidak! Saya tidak senang bila Pak Simon pensiun, justru sebaliknya, saya sungguh sedih dan merasa kehilangan! Kendati saya sering dihukum oleh beliau..
            Pak Simon, guru yang sering memakai handuk kecil di kerah bajunya itu, pasti akan mengusik malam-malam saya. Sepakan tidak bertemu beliau, barangkali saya akan uring-uringan di kosan. Kangen Pak Simon...
            Ngohahaha.. di sini saya akan mencoba menguraikan kenapa saya sangat kehilangan bila Pak Simon pensiun. Simak ya..
            Pertama, tidak lagi bisa mendengar coleteh-coletah yang mengocok perut dari guru berdarah Batak itu. Tak bisa lagi mendengar kata-kata: Sok Iye, Yang balgu silakan duduk, salam buat ema di rumah, lurus belok kiri atau lurus belok kanan, pertumpahan darah, bawa rebus-rebusan dari rumah, terharu atau sedih?
            Itu kata-kata paling saya ingat dari Pak Simon. Dan itu sering dipakai oleh murid-muridnya dalam bergaul di kelas.
            Kedua, tidak ada lagi yang mendenda kami. Pak Simon orangnya cinta kebersihan. Jangan harap kamu akan selamat dan tak mengeluarkan uang bila ada sampah secuil di bawah meja/bangkumu. Pak Simon orangnya jeli. Bahkan, dari jauh beliau sudah berlari, masuk kelas dan mengecek satu-persatu tempat duduk kami.
            “Yaaa.. goceng...” kata beliau bila melihat sampah di bawah tempat duduk muridnya.
            Ketiga, tidak ada lagi yang menjual lembaran soal dengan harga selangit. Jika ada ulangan harian, maka kami mewajibkan membeli lembar jawaban dari Pak Simon. Lembar jawaban ini berupa kertas single folio. Harganya gope, tapi kalau yang membeli memberikan bukan uang di atas gope, maka uang itu ditariknya. Untuk beli bensin katanya.
            Keempat, tak lagi bisa mendengar ceramah panjang lebar khas orang Batak. Pak Simon ini orangnya sangat suka berbicara dan ceramah. Bahkan dalam setiap pelajaran, muridnya sedikit sekali mendapat jatah bersuara, selebihnya beliau yang berceramah. Kami sebagai murid pasti mendengar, kadang beliau juga bercanda di sela-sela ceramahnya yang bisa membuat perut kami bergetar-getar.
            Kelima, jika Pak Simon pensiun, kami akan merindukan bagaimana kami telah minum kopi bersama di kelas sambil makan rebus-rebusan. Ngohaha.. guru itu memang beda dari yang lain. Beliau menyuruh kami makan dan minum di sela-sela pelajarannya. Bahkan, di kelas saya ada seksi konsumsinya. Aneh bukan?
             Ya itu beberapa uraian kenapa saya merasa sangat kehilangan bila Pak Simon pensiun. Di satu sisi, masih ada rasa dendam terhadap beliau ataukah rasa benci, entahlah, bersemayam di hati saya. Tapi itu semua wajar, tak masalah, namanya juga guru, pasti sering dibenci oleh muridnya.***

Pramuka Bantara yang ngaku-ngaku jadi penulis.

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kamu Pembaca Ke

Random Post

Galeri foto

Galeri foto

Ikuti media sosial kami