Sebagai anak didik yang baik, maka
saya sangat merasa kehilangan bila Pak Simon Simanjorang, pensiun. Pak Simon,
sapaan akrabnya, akan pensiun tahun depan, tak hanya Pak Simon, beberapa guru
yang lain di SMK N 11 Jakarta juga pensiun. Ya pensiun, kerena memang umur
mereka sudah tak muda lagi. Dan, yang pasti sudah sepatutnya mereka untuk
istirahat sambil ungkang-ungkang kaki melihat anak cucunya bermain di taman.
Sumber gambar |
Tidak!
Saya tidak senang bila Pak Simon pensiun, justru sebaliknya, saya sungguh sedih
dan merasa kehilangan! Kendati saya sering dihukum oleh beliau..
Pak
Simon, guru yang sering memakai handuk kecil di kerah bajunya itu, pasti akan
mengusik malam-malam saya. Sepakan tidak bertemu beliau, barangkali saya akan
uring-uringan di kosan. Kangen Pak Simon...
Ngohahaha..
di sini saya akan mencoba menguraikan kenapa saya sangat kehilangan bila Pak
Simon pensiun. Simak ya..
Pertama, tidak lagi bisa mendengar
coleteh-coletah yang mengocok perut dari guru berdarah Batak itu. Tak bisa lagi
mendengar kata-kata: Sok Iye, Yang balgu silakan duduk, salam
buat ema di rumah, lurus belok kiri atau lurus belok kanan, pertumpahan darah,
bawa rebus-rebusan dari rumah, terharu atau sedih?
Itu
kata-kata paling saya ingat dari Pak Simon. Dan itu sering dipakai oleh murid-muridnya
dalam bergaul di kelas.
Kedua, tidak ada lagi yang mendenda
kami. Pak Simon orangnya cinta kebersihan. Jangan harap kamu akan selamat dan
tak mengeluarkan uang bila ada sampah secuil di bawah meja/bangkumu. Pak Simon
orangnya jeli. Bahkan, dari jauh beliau sudah berlari, masuk kelas dan mengecek
satu-persatu tempat duduk kami.
“Yaaa..
goceng...” kata beliau bila melihat sampah di bawah tempat duduk muridnya.
Ketiga, tidak ada lagi yang menjual
lembaran soal dengan harga selangit. Jika ada ulangan harian, maka kami
mewajibkan membeli lembar jawaban dari Pak Simon. Lembar jawaban ini berupa
kertas single folio. Harganya gope,
tapi kalau yang membeli memberikan bukan uang di atas gope, maka uang itu ditariknya. Untuk beli bensin katanya.
Keempat, tak lagi bisa mendengar ceramah
panjang lebar khas orang Batak. Pak Simon ini orangnya sangat suka berbicara
dan ceramah. Bahkan dalam setiap pelajaran, muridnya sedikit sekali mendapat
jatah bersuara, selebihnya beliau yang berceramah. Kami sebagai murid pasti
mendengar, kadang beliau juga bercanda di sela-sela ceramahnya yang bisa
membuat perut kami bergetar-getar.
Kelima, jika Pak Simon pensiun, kami
akan merindukan bagaimana kami telah minum kopi bersama di kelas sambil makan
rebus-rebusan. Ngohaha.. guru itu memang beda dari yang lain. Beliau menyuruh
kami makan dan minum di sela-sela pelajarannya. Bahkan, di kelas saya ada seksi
konsumsinya. Aneh bukan?
Ya
itu beberapa uraian kenapa saya merasa sangat kehilangan bila Pak Simon
pensiun. Di satu sisi, masih ada rasa dendam terhadap beliau ataukah rasa
benci, entahlah, bersemayam di hati saya. Tapi itu semua wajar, tak masalah,
namanya juga guru, pasti sering dibenci oleh muridnya.***
Pramuka Bantara yang ngaku-ngaku jadi penulis. |