Rabu, 16 Desember 2015




Ini ketika pak Rangga diwawancarai oleh tim jurnalis

Rabu, 1 Desember 2015 saya menghadapi try out. Padahal, sekolah-sekolah lain udah melaksanakan percobaan UN ini. Dan memang, SMK N 11 Jakarta identik dengan ketertinggalan, ini sudah biasa..
Zaddii.., yang akan saya sorot di sini adalah seorang pengawas yang bernama Pak Rangga mengomentari SMK N 11 Jakarta dengan nada kesal. Pak Rangga adalah guru PKM dari UNJ, Pak Rangga sudah mengajar di SMK 11 sejak saya PKL beberapa bulan yang lalu, hm.. lumayan lama Pak Rangga mengajar di SMK 11.
Pagi itu, try out pertama adalah pelajaran bahasa Indonesia, Pak Rangga pengawasnya. Suasana sepi, lembaran soal dan LJK sudah dibagikan oleh Pak Rangga dengan seksama. Badannya yang lumayan beriisi, rambutnya yang lemas, berbolak-balik dengan rajin membagikan lembaran-lembaran itu ke  masing-masing peserta ujian.
FYI. SMK 11 itu pasti berbeda dengan sekolah lain. Ketika try out, peserta try out digabung dengan kelas XI yang UAS. Sekedar info, try out ini juga digabung dengan UAS dan CBT secara berurutan. Bayangkan, bagaimana stress-nya kepala para siswa/siswi kelas XII ini?!
Dalam pada itu, saya duduk paling depan. Syahdan, ada peserta yang bertanya kepada Pak Rangga, bertanya terkait lembar soal yang kurang jelas. Lalu Pak Rangga menjawab. Hingga pada akhirnya saya mendengar beliau berkata dengan nada lirih namun masih bisa didengar dengan jelas, bernada kesal.
“SEKOLAH NGGAK JELAS!”
Sontak saya yang sedang menghitamkan lembar jawaban tertawa, tak terlalu keras, hanya berdecak. Dalam hati saya berkata, “Memang sekolah ini ndak jelas, Pak! Lantas kenapa Bapak ada di sini?!”
Di sesi lain, Pak Rangga juga mengomentari guru-guru di SMK 11. Katanya, guru di SMK 11 barsifat individualisme, dan perlu dievaluasi. Komentar ini beliau lontarkan ketika diadakannya wawancara ekskul jurnalis dengan guru-guru PKM yang salah satunya ialah beliau.
Hari ini, 2 Desember 2015, saya mendengar seseorang berkata menyesal masuk SMK 11. Waktu itu menjelang siang di kantin sekolah. Kantin lumayan sepi, hanya beberapa orang saja. Lantas ada seorang siswi membeli es sambil curhat pada temannya yang menemaninya.
“UAS soalnya esai semua. Uh. Nyesel gue masuk sini. Kalau tau gitu, mending masuk (SMK) 27,” katanya, dengan mulut berbelak-belok.
“Emang bisa masuk 27?” tanya tukang es, spontan.
“Bisalah, kan jalur prestasi..,” jawab si siswi.
Idihh.. sombong.. saya yang melihatnya berbicara seperti itu, beberapa detik ia juga melihat ke arah saya. Mata kita beberapa detik bertemu, saya temukan sorot mata yang,  ah, susah dijelaskan.
***
Berbicara tantang SMK N 11 Jakarta memang tak ada abisnya. Sudahlah, kalau memang sudah terlanjur masuk dan mengenyam pendidikan di sekolah tersebut, terima saja apa yang diajarkan. Yang menentukan seseorang sukses atau tidak bukan tergantung sekolahnya, tapi dirinya sendiri, cari jati diri dan eksplor semua itu. Sekolah hanya syarat bagi seseorang untuk menjadi berharga, dengan memakan banyak mata pelajaran dan dengan cara sontek menyontek dan dengan hanya mengikuti arus, tanpa berpikir apakah yang telah dipelajarinya bermanfaat atau tidak, atau bahkan ia hanya kesia-siaan?***

Afsokh Q, Pramuka Bantara yang ngaku-ngaku penulis.


Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kamu Pembaca Ke

Random Post

Galeri foto

Galeri foto

Ikuti media sosial kami