Di malam berlalu meninggal angan.
Di pagi datang kubawa mimpi berkenangan.
Walau tak nampak secercah cahaya.
Walau tak kudengar sekicau burung.
Namun segelas susu hangat ‘kan bangunkan
semangat.
Karena sungguh cinta begitu indah.
Bak indahnya istana di atas surga berada.
Hilang, ku menghilang dibawa riang.
Jauh ku mengangkat kaki di atas arang.
Kukorban kaki kukorban hati.
Karena sungguh cinta penuh akan pengorbanan.
Awan mengabu langit pun bergeragah.
Jikalau hujan turun pun cinta tak ‘kan merana.
Karena sungguh cinta begitu mempesona.
Mana matahari pagiku?, penyejuk hati.
Kala sang embun tak lagi menari di daun
argasti.
Tapi Tuhan tau, Tuhan dengar, dan Tuhan tau
pasti.
Karena Tuhan hadirkan cinta bersama titah-Nya
dan lindungi cinta bersama naungan-Nya.
Hilang bukanlah cinta, karena cinta tiada
pernah merana.
DIA YANG T’LAH HILANG
Detik demi detik t’rus menusuk hati ini.
Indah,
lebih indah, dan terindah.
Kau
bukanlah itu semua.
Kau
itu spesial, lebih spesial, dan terspesial.
Bagaikan
langit malam dibubuh bulan bertabur bintang.
Bagaikan
langit siang dibubuh matahari bertabur awan.
Kurindukan
lagi cahaya bulanku yang bersinar terang.
Cahaya
bulan sejuta kenangan yang hanya ada dimatamu.
Kuinginkan
lagi pelangiku yang hadir tanpa hujan.
Pelangi
terpampang indah yang hanya ada dibola matamu.
Pagi
ini kurasa amatlah sejuk.
Namun
tak sesejuk hati ini ketika kau disampingku.
Kurindu
‘kan kasih sayang dan cintamu.
Yang
dahulu tiada henti-hentinya kau limpahkan padaku.
Kuinjak
lagi persimpangan jalan ini.
Tempat
dimana terakhir kali kita bertemu.
Kutendangi
lagi kaleng minuman soda.
Seraya
kupandagi gulungan daun dan debu.
Hingga
kini, masih saja kupandangi potret kecil ini.
Berhiaskan
wajah indah yang menarik sejuta kengangan yang tak ‘kan hilang didalam kalbu.
Dialah
orang yang paling berjasa dalam hidupku.
Kumpulan
jiwa, dan ragaku, dalam hidup dan matiku.
Dia,
iya dia, dia yang t’lah hilang ditelan ruang dan waktu.
RINDU ITU KEJAM
Sederet kisah indah datang tanpa salam.
Mengetuk hati bisu dalam seutas kalbu.
Ditemaninya sayatan rindu yang perih.
Bersama kenangan indah yang menghampiri.
Ragaku lelah, jiwaku gelisah.
Serupa gugur daun tiada arah.
Namun rindu tetap menerpa.
Menjadikan bekas luka yang selalu ada.
Hingga nanti.
Hingga lariku menjadi langkah.
Hingga langkahku terhenti.
Menyerah tiada pernah terucap.
Namun sumpah serapah selalu datang hinggaku terlelap.
Karena rindu itu jahat, rindu itu kejam, dan rindu tak ‘kan pernah
menyerah dalam kelam.
RINDU NESTAPA
Berdiriku diatas malam.
Kala hujan memecah hening, kala angin menyapa
dingin yang kelam.
Dudukku dibawah bulan.
Saat hujan tiada bening, saat rindu nestapa
seiring sejalan.
Hanya sebuah pena, menggores kertas berbekal
tinta.
Hanya hati rana, teringat kenangan mengekal
cinta.
Mana bintang yang terang?
Kala hati ini gelap tak benderang.
Mana cahaya cinta yang bersinar?
Kala hati ini kelam tak berpendar.
Rasa mana kala hati ini meringis inginkan
semua dapat terulang.
Kala cinta hadir bersama titah Tuhan.
Saat rindu berakhir bersama titah Tuhan.
SALAHKAH AKU?
Kini jantungku memang masih berdetak.
Namun hati kecil ini enggan tuk bergerak.
Lidah yang kelu, jiwa yang beku.
Bahkan hanya ‘tuk berdiri pecahkan rindupun
jiwaku tandu.
Sungguh rindu, salahkah aku?
Salahkah aku jika inginku memandang wajahnya?
Paras indahnya yang t’lah hilang ditelan
ruang dan waktu.
Salahkah aku jika inginku berteriak?
Lampiaskan amarah yang bergejolak.
Hatiku tabu merekkah ragu.
Lelahku peluh, ragaku sendu.
Sungguh mentari, salahkah aku?
Salahkah aku jikaku tak bisa sepertimu?
Yang s’lalu dan tiada lelah menemani harinya.
Namun hampa lara tanda tanya.
Karena sungguh kusadari, jawaban hanyalah
angan di atas awan.
Tentang penulis
Pindo Priawan, siswa SMKN 11 Jakarta, kini duduk di kelas 10.
Senang menulis dan tercatat sebagai anggota ekstarakulikuler jurnalistik di sekolahnya.
Instagram. https://www.instagram.com/pindopriawan_/