oleh: afsokhq
Ketika aku selesai cetak idcard setelah sebelumnya muter-muter di pasar Poncol sepulang kerja, dan nggak sengaja bertemu dengan guru agama, anggota jurnalis kelas 10 banyak yang bertanya, kok kita nggak dibikinin. Itu adalah tanda tanya besar bagi mereka, dan untuk jawaban dariku adalah: aku takut kita putus lebih cepat, nikmati masa PDKT ini dulu.
Maksudku begini, idcard ini bukanlah hal yang sepele. Kalau boleh aku bilang, idcard ini mirip dengan topi bagi anak paskibra. Anak paskibra biasanya ketika pelantikan akan disuruh oleh qaqa-qaqa-nya untuk mencari topi ketika pelantikan. Dan bagaimanapun caranya, mereka akan menangis untuk mendapatkannya.
perjalanan menuju tempat percatakan |
Begitupun
idcard. Sungguhlah idcard ini sebuah simbol yang sangat dalam, ia memiliki
nilai yang luhur. Jadi tidak semua bisa mendapatkannya.
Sebuah
idcard bagi anak jurnalis itu seperti ruh yang ditiupkan Tuhan, ia suci, dan
hanya orang pilihan yang bisa menjaga ruh itu agar tetap suci. Tentu saja bukan
sembarang orang, dan untuk ini, saya sedang menunggu seleksi alam.
Bayangkan,
ekskul ini awalnya diminati oleh anak kelas 10 sekitar 50 orang. Tentu saja
dari orang sebanyak itu, tidak semuanya bertahan. Mereka yang bertahanlah yang
bisa mendapatkan idcard ini dan kupercaya ia dapat menjaga ruh yang suci.
Ada
yang bertanya, apa fungsi idcard ini?
Tentu
saja bukan sekadar penanda bahwa kamu adalah anggota jurnalis, idcard ini
merupakan simbol bahwa kamu benar-benar mengerti kode etik jurnalis, dan
bagaimana caramu untuk menempatkan diri di segela situasi. Apa pun kebisaanmu,
dan bagaimana caranya, kauharus bisa menempatkan dirimu sebaik-baiknya. Dalam
hal ini meliput berita.
Ia
bukanlah sebatas penanda, sekali lagi, ia adalah ruh yang harus dijaga. Dan
hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menjaga ruh itu tetap suci. Dan itu
butuh seleksi. Secara diam-diam.