Kamis, 07 Oktober 2021

Rudi membuka mata dan mendapati diri nya terbaring diranjang rumah sakit, tidak ada siapapun disana. Kemudian ia duduk dan meringis sambil memegang bahu nya yang terasa sakit akibat tembakan bius itu. "ah sial!, aku sudah tertangkap. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Rudi harus memutar otak agar bisa keluar dari rumah sakit.

Rudi bangkit dari duduk nya, berniat mengintip keluar apakah ada orang lain yang mengawasinya atau tidak. Setelah dirasa aman, Rudi mencoba menahan pintu dengan laci besi yang ada di kamar itu. Mendorong dengan sekuat tenaga karena bahu nya masih terasa sakit. "aku harus menyusun rencana agar bisa kabur dari sini". Rudi baru sadar bahwa ada ranjang lain yang ditutupi oleh tirai, ia membuka nya dan ternyata itu adalah asisten suruhan nya yang ikut dibius. "Si brengsek ini ternyata ikut tertangkap, ck" Rudi berdecak kesal.

"Dia belum sadar, dan aku tidak bisa membawa nya ikut bersama ku. Akan sangat merepotkan. Ah, biarkan sajalah dia disini". Kemudian Rudi mengintip ke jendela dan betapa beruntung nya ia mengetahui bahwa kamar ini berada di lantai 2 dan menghadap ke tempat parkir belakang.

Rudi mengambil selimut yang ada diranjang nya dan yang di pakai oleh asisten nya, batin Rudi sangat lega karna bahan selimut rumah sakit itu lumayan kuat untuk beban tubuhnya. Kemudian ia ikat agar menjadi panjang dan turun lewat balkon dengan selimut itu. Rudi membuka pintu balkon sepelan mungkin agar tidak terdengar keluar dan ia mulai melancarkan aksi rencana nya tersebut.

"Tok.. " satu ketukan pintu terdengar

Segera, tanpa pikir panjang Rudi ikatkan ujung selimut yang tadi ke besi penjaga balkon kuat-kuat. Ketukan pintu semakin terdengar dengan bunyi keras dobrakannya, "Sial!, Kenapa polisi itu sangat menjengkelkan?!" Batin Rudi yang terus berusuha turun dengan hati-hati dari balkon tersebut menggunakan selimut tadi.

BUGH

Dentuman keras yang terdengar saat Rudi telah sampai bawah, tempat parkir. Ia melihat ke atas, ternyata polisi yang mengetuk pintu tadi sudah berhasil masuk ke dalam. Ia dan sang polisi saling memberikan eye contact, karna tak mudah di kelabui Rudi lari dengan cepat serta tangan yang memberikan jari tengah ke arah belakang tanpa menoleh.

"Oh damn, lagi-lagi polisi berteberan dimana-mana, aku harus pintar menyamar"  gerutu Rudi

Rudi berjalan seperti pasien pada umumnya, herannya tidak ada seorangpun yang mencurigai dirinya. Satu kartu hoki dalam hidupnya sudah di pakai.

⋆✦⋆✦⋆

Di sudut kota terpencil, entah mengapa malam hari ini terasa sangat dingin. Tertangkap sosok yang tengah membaca surat kabar dengan menyeruput secangkir kopi di cangkir berwarna hijau. Rudi, dia masih Rudi yang sama.

Sudah satu tahun ia menghilangkan semua jejak dirinya, bahkan identitas nya pun di ubah. Jera? Tidak. Itu bukan Rudi.

Kalau kalian bertanya, kemana saja Rudi selama setahun ini? 

Iya, ia membuat rencana dengan matang. Rudi yang keras kepala, tetaplah Rudi yang seperti itu. 

Rudi sedang mengambil handphone nya, lalu menelpon salah satu nomor yang berada di history call terbaru nya.

"Halo? Dengan siapa disana?" Ucap orang di sebrang sana

Rudi memutuskan telepon sepihak, tanpa menjawab satu katapun. Apa kalian bisa menebak? Ya, Rudi meneror keluarga Albert setiap malam. Bahkan ia mengganti kartu ponsel bisa setiap hari, sungguh senang melihat 'dia' yang kebingungan tiap harinya.

(Disisi lain)

Albert selalu merasa terganggu dengan teror telpon itu hampir setiap malam. Dan ia juga sudah melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Namun polisi tidak bisa melacak nomor yang meneror nya, karena nomor tersebut selalu berbeda-beda.

"Sebenarnya apa tujuan orang jahil ini selalu menelpon ku setiap malam, sangat mengganggu" ucap Albert. "Dapat telpon dari orang itu lagi pa?" Nanda masuk ke kamar Albert membawa secangkir kopi.

"Iya Nan, kira-kira siapa ya yang selalu menelpon papa setiap malam dengan nomor yang berbeda?" Albert sebenarnya tidak ingin ambil pusing dengan kejadian ini, selama itu tidak membahayakan anak satu-satunya sekarang.

Selain menelpon Albert setiap hari, Rudi juga menyusun rencana baru untuk kembali membalaskan dendamnya. Kali ini ia harus sangat cermat menyusun rencana, tidak boleh gegabah dan gagal seperti sebelum-sebelumnya. Ia yang meninggalkan bukti di tkp Nando menyebabkan rencananya gagal.
 
Rudi belajar banyak dari penyerangan setahun 
lalu. Ia harus masuk ke rumah dokter itu saat tengah malam, saat semua orang sedang terlelap. Rudi harus masuk diam diam tanpa suara memakai penutup wajah agar indentitasnya tidak diketahui. Rudi harus memikirkan baik baik cara terbaik membunuh mereka. Cara yang tidak menarik perhatian orang banyak tapi menyiksa. 

Mungkin kali ini ia harus bertindak sendiri agar tidak ada bukti yang tertinggal sama sekali. Rudi sedikit bingung apa yang akan dia gunakan untuk membunuh, apakah pisau, pistol, palu, kapak atau dibakar hidup-hidup saja. Rudi juga harus berpikir bagaimana cara dia benar benar menghilangkan bukti dan pergi dari sana. Apakah ia harus pindah ke luar kota? Atau bahkan luar negeri?

⋆✦⋆✦⋆

Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam ketika Rudi menendang seorang satpam yang sudah tak berdaya di pos nya.

"Bukan hanya tidak kompeten dalam menangani pasien, ternyata orang itu juga tidak bisa memilih seorang penjaga." gumamnya.

Rudi beranjak menuju ke rumah dokter Albert dengan sembunyi-sembunyi. Sengaja ia tak memakai sepatu agar langkah kakinya tak terdengar oleh sang dokter maupun Nanda.

Rudi sudah mencari tahu tentang denah rumah yang ditempati dokter Albert, oleh karena itu mudah baginya untuk masuk ke dalam melalui "pintu rahasia" di sana.

(Di dalam rumah)

Albert dan Nanda sedang asik menonton televisi yang menayangkan acara komedi. Tak sengaja Nanda melirik ke arah jam di tangannya.

"Aku naik duluan ya, yah." ucap Nanda yang hanya dibalas anggukan oleh ayahnya.

Semenjak kehilangan ibu dan anak laki-laki nya, Nanda merasa kalau sang ayah banyak berubah. Bukan hanya dari perilakunya, tapi juga kebiasannya.

Tak mau ambil pusing dengan segalanya, Nanda segera berjalan menaiki anak tangga dan masuk ke kamar nya.

Sebuah hembusan nafas singkat keluar dari bibirnya. Ia menatap lurus ke arah laki-laki di depannya. "Rud,"

Rudi menoleh, ia tersenyum kecil kemudian mendekat ke arah Nanda. "Gimana? Seru nonton nya?" tanya Rudi basa-basi.

"Sebenarnya apa yang ingin kamu ucapkan sampai harus nekat masuk ke kamar ku malam-malam begini? Lagipula bukannya kau..."

"Bukan aku, Nanda. Pelakunya adalah orang lain yang wajahnya persis denganku. Aku jadi harus berpindah tempat tinggal karena terus dikira buronan," potong Rudi cepat.

Bisa diakui, skill acting Rudi cukup bagus. Buktinya Nanda terlihat tertipu oleh ucapannya. Mungkin setelah berhasil membalaskan dendamnya ia akan ikut tes untuk memerankan seorang tokoh di sebuah film.

"Lalu, hanya itu?" tanya Nanda dengan nada datar. Rudi dengan cepat menggeleng, tangannya terulur untuk menggenggam tangan kecil Nanda.

"Ikut aku, ya. Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan, sesuatu yang akan membuatmu berdebar"

Dengan segala keberanian, Nanda mengangguk kemudian ikut keluar bersama dengan Rudi.

Mereka tak keluar melalui pintu depan, tetapi melalui pintu rahasia yang menjadi jalan masuk Rudi.

"Aku tidak tahu rumah ini memiliki pintu rahasia" gumam Nanda yang dibalas tawa kecil oleh Rudi.

"Bagaimana bisa aku lebih tahu rumah mu daripada kamu sendiri? Bisa saja aku rampas semua harta mu," bisiknya.

Nanda ikut tertawa kecil kemudian membalas, "Coba saja kalau bisa." lalu ia berlari masuk ke dalam mobil yang dibawa Rudi.

Rudi berhenti sejenak, ia tersenyum miring saat Nanda sudah masuk ke dalam mobil. "Lihat saja, aku akan merampas sesuatu yang lebih berharga dari semua harta yang kamu miliki, gadis kecil."

⋆✦⋆✦⋆

Terhitung sudah kurang lebih 1 jam Albert menonton televisi sendirian. Setelah mematikan televisi dan juga beberapa lampu, Albert beranjak menuju kamar Nanda untuk melihat anaknya.

Raut wajahnya tampak bingung saat dilihat lampu kamar Nanda masih menyala. Apa anak itu masih mengerjakan tugas rumah, pikirnya.

"Nan, ayah masuk ya." ucapnya yang tak mendapat balasan dari dalam.

Albert membuka pintu kamar anaknya dan betapa terkejutnya iya saat tak menemukan Nanda di dalam sana. "Nan? Nanda!" Albert terus berusaha memanggil Nanda namun nihil.

Ditengah kepanikannya, sebuah nomor tak dikenal menelponnya. Tanpa pikir panjang Albert segera mengangkat panggilan itu.

"Mencari anakmu, huh?" ucap penelpon itu dengan suara berat.

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan dengan anakku?!" Albert berteriak pada orang di seberang sana.

"Jika kau ingin anakmu selamat, datang saja ke alamat yang ku berikan. Sendirian. Kalau aku lihat kau memanggil seseorang, aku tak segan-segan untuk membunuh kucing kecilmu ini,"

Sambungan diputus oleh orang tak dikenal itu. Sebuah pesan masuk menjadi satu-satunya yang akan memberitahu nya lokasi Nanda.

Albert berlarian menuruni anak tangga, disambarnya kunci mobil di atas meja. "Tunggu ayah, ya, sayang. Ayah pasti menyelamatkan kamu."

Mobil mewah itu membelah jalan malam yang sepi akan pengendara. Dengan terus menyebut nama anaknya, Albert terus menambah laju mobilnya.

Tiba lah ia di alamat yang dikirim oleh nomor asing itu. Jarak yang harusnya ditempuh selama 20 menit kini hanya ia tempuh selama 8 menit.

Tanpa pikir panjang, Albert segera memasuki gedung tua di depannya. Persetan dengan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi, ia hanya ingin melihat anaknya selamat.

Gedung itu gelap, hawa horor menyelimuti segala sisinya. Di pojok ruangan, Albert menemukan Nanda yang sudah terbaring lemah dengan sebuah tali yang mengikatnya.

"Nanda!" Albert berlari menuju ke arah anaknya, tangannya terulur untuk memeluk satu-satunya anggota keluarga yang ia miliki. "Siapa yang melakukan ini padamu, nak?"

Dari arah belakang, Albert dihantam menggunakan tongkat kayu yang membuatnya tak sadarkan diri. Rudi melempar kayu itu kemudian ia membalik tubuh Albert.

"Baru ku pukul kayu sudah pingsan," gumamnya.

Rudi menyamakan tingginya dengan Albert, ia menatap lekat wajah pria di depannya dengan sorot amarah. "Bahkan wajah ibuku masih lebih layak daripada dirimu, sialan."

Setelah mengatakan hal itu, Rudi beranjak untuk mengambil tali di sisi lain ruangan. Namun Rudi tak menyangka kalau Albert malah menyerangnya balik.

"Sial!" Rudi memegang lehernya yang meneteskan darah. Ia membalik badan kemudian tersenyum penuh arti.

"Sepertinya aku terlalu baik padamu, dokter Albert" ucapnya seraya menjalan mendekat.

Albert menggenggam erat kayu yang menjadi satu-satunya pertahanan dirinya. "Siapa kamu? Apa yang kau inginkan dariku dan anakku?!"

"Wah, sangat disayangkan ternyata kau tidak mengenali ku. Keinginanku sebenarnya sederhana, aku hanya ingin kau menderita seumur hidupmu"

Rudi mengeluarkan sebuah pistol dari sakunya. Hal itu membuat Albert segera menghadang tubuh Nanda dengan tubuhnya sendiri.

"Untuk apa repot-repot melindungi mayat itu, dokter bodoh?" ujar Rudi yang membuat Albert segera mengecek kebenarannya.

Albert membuang kayu yang ia pegang kemudian ia meletakkan tangannya di beberapa titik di tubuh Nanda. Detak jantungnya masih ada walau samar-samar, nafasnya pun masih berhembus dan teratur.

"Kau membohongi-"

DOR

Darah segar mengalir dari dada Albert, dan Rudi tersenyum melihat itu. "Bagaimana kau bisa terpedaya pada pembohong sepertiku,"

Rudi berjalan mendekat ke arah dua orang itu. Ia menatap wajah Nanda dan Albert bergantian. "Aku ingin membiarkannya hidup, tapi dia bisa saja membocorkan dan melaporkanku pada polisi-polisi itu,"

Suara tembakan kembali terdengar dari gedung itu, kali ini peluru itu mendarat di tubuh Nanda. Darah seketika mengalir dari bibir wanita itu.

Albert berusaha membangunkan anaknya dengan segala kekuatan yang ia miliki. Dadanya terasa sesak karena telah kehilangan seluruh anggota keluarganya.

"Senang melihatmu menderita, akhirnya kau merasakan apa yang aku alami beberapa tahun ini,"

Satu tembakan di kepala Albert mengakhiri balas dendam Rudi malam itu. Dengan wajah puas Rudi meninggalkan gedung tua itu tanpa meninggalkan barang bukti apapun.

Ia berjalan dengan senyuman lebar di wajahnya. Saking bahagianya, Rudi tak sadar kalau sebuah mobil melaju dari arah lain dan menghantam tubuhnya sampai terlempar beberapa meter.

⋆✦⋆✦⋆

Rudi membuka matanya perlahan, sebuah cahaya memaksa masuk ke dalam retina nya membuat penglihatan Rudi menjadi kabur.

Seluruh orang di ruangan serba putih itu histeris, beberapa dari mereka berlarian ke sana kemari dan beberapa lagi memeriksa seluruh alat yang menempel di tubuhnya.

"Kamu bisa lihat saya?" suara seorang dokter yang datang memeriksa tubuhnya menjadi suara pertama yang ia dengar.

Rudi ingin menjawab, namun matanya tak sanggup lagi menahan cahaya dari luar. Dengan segala pertanyaan yang ada di benaknya, Rudi kembali terlelap dalam tidurnya. Entah tidur sementara atau tidur panjang seperti sebelumnya.

END
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kamu Pembaca Ke

Random Post

Galeri foto

Galeri foto

Ikuti media sosial kami