Minggu, 11 September 2022

Jurnalis pada awalnya tentunya sangat berbeda dari jurnalis saat ini, hal ini disebabkan adanya reformasi dari tahun ke tahun, periode ke periode, masa ke masa, generasi ke generasi, bahkan dari abad ke abad. Reformasi ini tentunya mengarah pada suatu perubahan yang baik dan demi kemajuan serta keberlangsungan jurnalistik.
Pada awal memulai langkahnya, organisasi ini memiliki satu produk atau karya pertama. Para literatur akhir-akhir ini sedang hangat membahas perkembangan jurnalis dari zaman ke zaman dan yang paling tersorot adalah karya pertama jurnalis di dunia yaitu ‘acta diurna’. Yang mengejutkan adalah karya pertama jurnalis ini sudah tercipta sejak jaman romawi kuno.
Pada tahun 100-44 SM tepatnya dimasa pemerintahan kaisar Julius Caesar ‘acta diurna’ atau yang disebut sebagai mading masa kini tercipta untuk pertama kalinya. Dikarenakan Julius Caesar adalah pemerintah pada zaman itu, maka Julius Caesar menjadi bapak pers dunia. Sebenarnya, Julius Caesar hanya meneruskan generasi yang muncul saat pertama kali kerajaan romawi dibuat.
Pada saat masa pemerintahan Imam Agung, acta diurna sudah ada dengan nama lain yaitu ‘annals’, annals semulanya dibuat dari catatan penting di sebuah papan yang dibuat oleh Imam Agung yang kemudian ditujukan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukan berita. Biarpun demikian, Julius Caesar adalah orang yang menyebarluaskan acta diurna.
Acta diurna menuliskan berita penting setiap harinya sehingga menyebar luas dengan sangat cepat di kalangan masyarakat setempat, acta diurna dipajang di alun-alun kota atau dulu disebut dalam bahasa romawi ‘forum romanum’ sehingga banyak orang yang bekerja juga untuk membuat catatan hasil rapat senat yang merupakan isi inti dari acta diurna.
Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan). Selain kisah dari romawi, ada juga kisah secara islamiah, tercatat di sejarah islam dalam kisah nabi nuh. Jurnalis yang awalnya mencatat informasi tentang rapat senat dan catatan-catatan penting, kini jurnalis berkembang dalam memilih topik yang lebih luas.
Jurnalisme merupakan kegiatan menghimpun, mencari fakta, dan melaporkan suatu peristiwa kepada khalayak. Jurnalisme juga merupakan sebuah arena yang sarat dengan kepentingan berbagai pihak.
Sikap-sikap jurnalis yaitu:
1. Selalu menggunakan minimal 15 pertanyaan mudah yang disusun menurut 5w1h
2. (In time lebih baik daripada on time) Lebih baik menunggu daripada ditunggu
3. Membangun kepercayaan narasumber
4. Peka, peka terhadap lingkungan sekitar, staf, narasumber, keadaan, timing.
5. Memberikan tambahan pertanyaan atau improfisasi yang sealur
6. Mengatur alur agar mendapat jawaban yang diinginkan dari narasumber. Mulai dari menyusun kalimat tanya, menggiring topik, dan mengambil kepercayaan
7. Rangkuman point. Selalu mengambil kesimpulan dari semua hal yang didapat dan dicatat tanpa di lewatkan satupun hal atau kejadian tercatat yang terbukti.
Jurnalisme juga memiliki kode etik yaitu:
1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.
3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.
8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
11. Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Secara tradisional, jurnalis pergi ke tempat kejadian sendiri dan menulis, menceritakan, atau merekam apa yang terjadi. Mereka menyelidiki peristiwa, mengumpulkan fakta, dan menerbitkan cerita yang sudah terkonfirmasi kebenarannya. 

Dengan perkembangan waktu dunia, jurnalis memiliki kemampuan untuk berbuat lebih banyak dengan kekuatan teknologi. Mereka menyaring dengan mengumpulkan semua artikel yang relevan dalam satu cerita dengan menggunakan cara-cara komunikasi baru yang kuat untuk menarik perhatian pada isu-isu penting.
Di masa lalu, sebagian besar berita berasal dari koran local, sedangkan berita tercepatnya berasal dari radio dan televisi. Itupun membutuhkan waktu satu hari penuh untuk mengetahui berita terbaru. 
Di era modern saat ini, semakin banyak munculnya jurnalis-jurnalis dengan berita-berita yang faktual. Berkat internet, kini kita hanya perlu menunggu dalam hitungan detik berita terkini.
Di era digital ini, para pencari informasi tidak perlu bersusah payah hanya untuk mendapatkan informasi terkini, bahkan para informan yang memberikan informasi juga dapat dengan mudah memberikan informasi kepada masyarakat luas, berkat adanya perkembangan teknologi. Sehingga media penyampaian informasi tersedia dengan kemasan yang beragam. Mulai dari media cetak, elektronik, hingga online.
Perkembangan jurnalistik saat ini juga memberi kesempatan bagi seluruh masyarakat. Semua kalangan dapat berpartisipasi dan menjadi wartawan hanya dengan menyampaikan informasi. Namun, banyak diantara para wartawan 'dadakan' tersebut, melupakan lima peran pers, sebagai media informasi, sebagai media pendidikan, sebagai media hiburan, sebagai media kontrol sosial, dan sebgai lembaga ekonomi. Sehingga menyebabkan banyaknya berita yang tidak jelas kebahasaannya.
Di era teknologi digital ini, proses membuat dan menyajikan berita diminta berlangsung cepat. Namun, para awak media harus tetap menjaga kualitas artikel yang dihasilkannya. Bukan hanya soal kecepatan, tetapi juga makna dari peristiwa tersebut dan apa yang dibutuhkan oleh public.
Saat ini banyak media ingin berlomba-lomba dalam menyiarkan informasi tanpa melihat melihat informasi tersebut benar atau tidak. Hal ini berimbas pada menurunnya kualitas artikel yang dihasilkan.
Perkembangan digital ini sangat mempengaruhi seluruh aspek dunia, termasuk jurnalistik. Jurnalis menjadi salah satu objek yang terdampak oleh perubahan digital pada saat ini. Perubahan dari masa ke masa membuat reformasi jurnalistik masih bertahan hingga kini, maka sebagai jurnalistik yang memiliki bakti dan kecintaan di dalam bidang jurnalis, kita juga wajib meneruskan dan mengembangkan reformasi yang sedang berlangsung.
Setelah wabah covid menyebar, semua media sosial online meningkatkan produktifitasnya menjadi lebih dari 80% secara keseluruhan. Karena wabah yang menyebar dimana-mana, masyarakat jadi lebih mengandalkan handphone mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai dari pakaian, makanan dan minuman, bahkan hiburan.
Dalam wabah ini, jurnalis juga mengambil kesempatan. Menyebarkan banyak berita terbaru dan terpercaya, lalu mempromosikan web atau blog yang menyajikan uraian dengan topik yang faktual dan informatif.


Create by:
Kelompok I

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kamu Pembaca Ke

Random Post

Galeri foto

Galeri foto

Ikuti media sosial kami