Aku mencintainya, tapi ia telah tiada

Seseorang yang saya favoritkan hingga saat ini adalah almarhumah nenek. Ia adalah figur seorang nenek yang sebenarnya bagi saya. Dia yang selalu ada di masa kecil saya hingga saya menginjak kelas 3 SD . Dia adalah pelindung saya, penjaga saya, dan saya rindu akan sosoknya saat ini.

Nenek pergi karena penyakit asma yang dideritanya. Hari itu, saya masih tidak menyangka atas apa yang terjadi, semua terjadi begitu cepat. Saya sedang bermain malam itu, tiba-tiba diteriaki bahwa nenek saya sudah menghembuskan nafas terakhirnya sejak perjalanan pulang dari rumah sakit.

Kepergian nenek adalah patah hati terhebat saya. Nenek adalah perempuan yang saya cintai selain ibu saya. Saya bangga menjadi cucu yang paling dekat dengannya disaat cucunya yang lain tinggal di luar Jakarta.

Nenek adalah sosok yang tidak akan pernah tergantikan di hat saya. Semua perlakuannya terhadap saya masih teringat dan tersimpan dalam kotak kenangan. Bagaimana ia menggendong saya dengan penuh kasih sayang, menciumi saya penuh sayang saat saya masih menjadi bayi kecil yang hanya tahu menangis jika haus. Sampai saya menginjak usia kanak-kanak, tangannya yang sudah keriput itu sering menyuapi saya.

Saat saya masuk TK dan ibu saya masih bekerja sehingga anya bisa mengantar saya ke sekolah, neneklah yang akan menjemput saya. Nenek selalu melakukan segalanya untuk saya, tapi saya belum melakukan apapun sama sekali untuknya.

Seandainya saat ini nenek masih bersama saya, mungkin saya akan bahagia karena saya bukan lagi cucunya yang berumur 9 tahun, sehingga saya tidak akan membuatnya lelah karena mengurusi saya.

Saya selalu berdoa untuk dipertemukan dengan nenek walaupun hanya dalam mimpi, tapi sampai sekarang belum juga dikabulkan. Jika nenek dapat membaca tulisan ini, saya hanya ingin nenek tahu bahwa saya selalu merindukannya setiap saat, karena banyak hal yang membuat saya selalu mengingat akan sosoknya.

(Annisa Zahra Ch)