Kamis, 17 Februari 2022

Aku berjalan selangkah lebih dulu dibanding Jovan, berupaya untuk menyatu dengan teman-teman lain yang telah berjalan cukup jauh di depan kami. “T-tungggu...akuu...!” Ucapku dengan napas tersengal-sengal. Aku mencoba berlari untuk mengejar teman-teman yang lain dan meninggalkan Jovan sendirian di belakangku, Sebuah tangan menarikku dari belakang, seperkian detik kemudian aku melihat bus melintas benar-benar di depan wajahku.

“Kalau jalan itu biasa aja, lihat kiri-kanan juga, ini jalanan besar. Coba kalau aku tarik tangan mu? Pasti tubuhmu sudah berselimut koran dengan status jenazah” ucapnya. Aku tertunduk, perkataan lelaki itu ada benarnya, namun di satu sisi aku terpekik, mengapa dia berbicara sebegitu kasar padaku?

“Ah... iya, terima kasih, Jovan.” Aku membungkuk kan tubuhku di hadapannya.

Jovan mendengus, “Maaf jika nada bicara ku kasar, aku hanya khawatir padamu. Sudahlah, ayo kita menuju rumah Rendy"

Aku mengangguk, kemudian lanjut berjalan. Entah aku harus mengatakan ini atau tidak, aku masih agak takut dengan Jovan. Namun jika tidak, akan semakin lama teman-teman lain menunggu. Ya sudah lah, persetan dengan segala persepsi yang muncul di pikiran Jovan. “Hmm... Anu, Jo. Sebenarnya dari kecil aku takut untuk menyebrang di jalan besar jika tidak dituntun.”

Aku sudah siap jika Jovan menatapku aneh, namun yang keluar malah sebuah tawa kecil. “Jadi kamu mau aku genggam?”

Aku dan lelaki itu pun bergandeng tangan sambil menyebrang jalan, tatapan aneh dari Rendy dan yang lain membuatku ingin segera tiba di halte dan melepas genggaman tangannya. Lagi dan lagi Jovan melayangkan senyuman aneh yang membuatku geli sendiri. Ya Tuhan, kapan hal ini berakhir?
________________________

"Jadi? Kita mau mulai darimana?" tanya Ryco mengambil alih pembicaraan.

"Coba cari referensi dulu deh, karena kan kelompok kita ada cewe nya jadi agak susah" usul Nina yang aku balas dengan anggukan setuju.

Rendy mengangguk, ia mulai mengetikkan sesuatu di laptopnya sebelum sebuah video muncul di hadapan kami.

"Wah, kamu jago juga ternyata. Aku kira kamu cuma wibu yang nolep" canda Sinta dengan raut bangga.

"Tapi di sini ada 3 perempuan, sedangkan kita cuma ada 2 orang. Mau ganti yang lain?" tawar Rendy saat ia kembali memperhatikan video yang terputar di layar laptop miliknya.

Kami berdiskusi panjang, kurang lebih 15 menit kami berdiskusi mengenai hal ini. Mengingat waktu yang sangat singkat, akhirnya kami sepakat tetap menggunakan video tersebut dengan beberapa gerakan yang dimodifikasi. Mungkin dewi Fortuna sedang berpihak pada kelompok kami, karena Sinta, sang ketua tim tari sekolah berada di sini sehingga seharusnya semua berjalan dengan lancar.

Kami sibuk menyantap hidangan yang disajikan oleh ibu Rendy, sedangkan Sinta sedang memikirkan gerakan apa yang sekiranya cocok untuk kami. Sedikit bercerita, Sinta adalah wanita yang aku suka sejak semester lalu. Tentu bukan hanya aku, banyak siswa lain yang juga menyukainya. Sifatnya yang ramah, baik, dan paras cantiknya membuat siapapun yang melihatnya pasti langsung jatuh hati.

"Jenath!" tanpa sadar ternyata aku melamun seraya terus menatap ke arah Sinta. Astaga, untung saja ia tak menyadari hal itu. Aku menoleh saat namaku kembali dipanggil dengan suara cukup lantang. Jovan sudah berdiri di depan pintu dengan kunci motor di tangannya. "Ayo temani aku membeli minuman" ujarnya yang ku balas anggukan singkat.
_________________________________

"Kamu suka ya sama Sinta?" tanya Jovan tiba-tiba.

Tanganku yang semula berniat meraih botol minuman di dalam kulkas seketika berhenti. "Eh... nggak kok, ada-ada aja" balasku dengan suara hampir tak terdengar.

"Ga usah bohong, cuma ada aku 'kan di sini"

"Kalau aku bilang nggak, ya nggak, kenapa sih kamu ga percaya?!"

Apa ini? Kenapa aku malah membentak Jovan? Astaga, kenapa aku malah seperti wanita yang ingin datang bulan begini sih. "Maaf, ayo cepet bayar." ucapku dengan suara samar. Jovan tak kunjung bergerak, mungkin ia masih sedikit terkejut karena bentakkan ku. Aku merebut beberapa botol yang ada di tangannya kemudian berjalan dengan cepat ke arah kasir.
____________________________________

"Minum dulu, Sin." ujarku menghampiri Sinta dengan sebotol air di tangan. Sinta menerimanya, lalu mulai meneguk air dari botol itu. Mataku tak dapat terlepas dari Sinta, bagaimana bisa ada orang secantik ini. Aku curiga di kehidupan sebelumnya ia adalah bidadari.

"Makasih ya-eh Jovan, sini dulu deh!" Sinta melambaikan tangannya, berusaha memanggil Jovan yang baru saja ingin duduk bergabung dengan yang lain.

"Apa?" tanya Jovan dengan nada cuek. Sinta menarik tanganku dan juga Jovan ke sebuah formasi yang sedikit ambigu bagiku.

"Daripada ubah formasi nya, mending kita samain aja terus kamu jadi pengganti perempuan yang lain, gimana?" usulnya seraya menunjuk ke arah ku.

Aku menunjuk diriku sendiri, "Aku? Ga salah?" tanyaku tak percaya. Sebuah anggukan antusias dari Sinta membuat kepalaku semakin pusing. "Eh, tapi gerakannya ga terlalu gemulai kok nanti, cuma formasi nya tetap kayak di video aja, gapapa kan?"

Aku mengangguk terpaksa, kemudian Sinta mulai memanggil semua orang untuk berlatih. Ya ampun, apa dosaku sebanyak itu hingga jalan penderitaanku masih begitu panjang?
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Kamu Pembaca Ke

Random Post

Galeri foto

Galeri foto

Ikuti media sosial kami